Impor daging sapi tahun ini dijatah sebanyak 80 ribu ton.
VIVAnews - Pemerintah berambisi untuk mencapai
swasembada sapi pada 2014. Upaya tersebut dilakukan dengan menekan impor
dan memaksimalkan produksi dalam negeri. Namun, mengapa jatah impor
sapi pada tahun ini masih saja tinggi?
Berdasarkan data Kementerian Pertanian, impor daging sapi pada
tahun ini dijatah sebanyak 80 ribu ton. Jumlah tersebut hanya menurun
lima ribu ton dari tahun sebelumnya yang dipatok 85 ribu ton.
Masih tingginya kuota impor tersebut bertentangan dengan salah satu
target swasembada sapi, yaitu dapat menekan kuota impor daging sapi
hingga 38 ribu ton. Jumlah itu merupakan 10 persen dari total kebutuhan
konsumsi masyarakat per tahunnya, yaitu sebanyak 448 ribu ton.
Deputi Bidang Statistik Produksi, Badan Pusat Statistik (BPS), Adi
Lumaksono, menjelaskan, masih besarnya impor daging yang dilakukan itu,
karena pemerintah, khususnya pada 2011-2012, masih belum memiliki
pendataan produksi dalam negeri yang lengkap.
Namun, dia mengatakan, dengan diadakannya sensus sapi pada tahun
lalu, impor daging seharusnya sudah bisa mulai dikurangi pemerintah
tahun ini. "Mestinya kita sudah tidak impor sebanyak ini sekarang," ujar
Adi saat ditemui di kantornya, Jakarta, Jumat 1 Februari 2013.
Adi menuturkan, permasalahan baru timbul pada saat pemetaan
sentra-sentra produksi sapi telah selesai. Berdasarkan hasil sensus,
lokasi sentra produksi besar itu mayoritas di daerah timur Indonesia,
sedangkan konsumsi terbesar berada di daerah barat.
Sementara itu, masalah minimnya sarana dan prasarana distribusi
diperparah dengan konektivitas yang belum memadai timbul ke permukaan.
"Masalahnya ada kelangkaan daging. Kenapa, karena persoalan
distribusi. Jadi, sapi ini kan banyak yang ada di daerah timur, NTT dan
sekitarnya. Kemudian sampai di Jakarta, memerlukan waktu dan alat angkut
yang memadai, itu belum ada," tambahnya.
Pemerintah, menurut Adi, telah melakukan beberapa upaya untuk
mengatasi permasalahan tersebut, antara lain menyediakan angkutan khusus
melalui jalur kereta api dan laut. Langkah itu diharapkan dapat
mempercepat distribusi yang selama ini kebanyakan masih diantar melalui
jalur darat.
"Kemarin, dirjen Peternakan sudah mengundang Pelni. Perusahaan itu
diminta membuat ruangan yang didesain khusus sapi. Kemudian PTKA, mereka
juga sudah mencoba untuk membuat tempat khusus untuk sapi. Bahkan,
kalau tidak salah, April ini itu semua harus sudah ada," ungkapnya.
Selain itu, upaya lain yang dilakukan adalah membangun tempat
pemotongan sapi di sentra-sentra produksi tersebut. Nantinya, yang
didistribusikan itu sudah tidak dalam keadaan hidup, melainkan berbentuk
potongan-potongan daging beku dan siap disalurkan ke masyarakat.
"Jadi, di sentra-sentra peternakan ada tempat pemotongan sapi,
sehingga nantinya yang datang ke kota-kota itu bukan sapi hidup, tetapi
yang sudah terpotong-potong," tutur Adi.
Siapa dirugikan
Selalu ada saja pertentangan dari setiap kebijakan yang dilakukan
pemerintah. Pertentangan paling mencolok dalam kebijakan ini adalah dari
pelaku usaha yang melakukan kegiatan impor daging saat ini. Sebab,
mereka terpangkas dengan adanya penurunan kuota tersebut.
"Kalau impornya lebih kecil, pasti yang terasa itu kan importir daging. Jadi, tidak bisa mengimpor sebanyak dulu," ujar Adi.
Permasalahan tersebut, menurut Adi, yang melatarbelakangi adanya
desakan-desakan dari importir ke pemerintah untuk tidak menurunkan kuota
impor. Bahkan, wacana penambahan terus disuarakan oleh para importir.
Sumber: viva.co.id
No comments:
Post a Comment