Monday, February 4, 2013

Gurihnya Bisnis Daging Sapi Impor

Banyak pengusaha mengajukan kuota impor karena kuota bisa dijual.

Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Importir Daging Indonesia, Thomas Sembiring, mengaku iklim bisnis saat ini lebih menyenangkan bagi importir daging ketimbang masa-masa sebelum reformasi.

"Cukup besar keuntungan sekarang ini. Kalau dulu, keuntungan belum tentu, sebab harga bersaing dengan daging lokal," ujar Thomas dalam perbincangan dengan VIVAnews, Jumat 1 Februari 2013.

Thomas menuturkan, dulu tidak banyak importir daging. Jumlah pengimpor hanya sekitar 20 pengusaha. Tapi saat ini, jumlah importir semakin banyak. Pemerintah membiarkan jumlah importir terus bertambah. "Sepertinya semua perusahaan baru dikasih izin asal memenuhi syarat. Jadi makin ramai," kata Thomas.

Meski jumlah importir terus bertambah, pemerintah justru mengurangi kuota impor. Tahun ini saja, kuota impor daging sapi berkurang 5 ribu ton. Kuota impor daging untuk tahun 2013 dibatasi hanya 80 ribu ton, sedangkan tahun 2012 batas kuota impor 85 ribu ton.

"Dalam keadaan kuota terbatas, makin gampang jualan asal dapat kuota. Bisa juga menjual saja kuota itu. Makanya banyak orang mau mengajukan, minta kuota impor, karena kuotanya bisa dijual," kata Thomas.

Pembelian daging dari luar negeri pun, lanjut Thomas, memberikan keistimewaan kepada pelanggan atau importir yang lebih berpengalaman. Biasanya, kata Thomas, importir yang baru akan ditawari harga tinggi saat melakukan pembelian daging di luar negeri. "Maka membeli partai besar dan tidak, itu beda harganya cukup jauh," kata Thomas.

Meski pasokan daging berkurang, pemerintah melarang daging impor dijual di pasar umum. Pengusaha hanya boleh menjual daging impor kepada kalangan industri perhotelan, restoran, katerinng dan pengolahan makanan.

Ditengarai pula bahwa perkembangan industri hilir seperti pengolahan makanan yang sangat pesat ini tidak diimbangi peningkatan industri hulunya. Populasi ternak sapi menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) yang terakhir jumlahnya sekitar 14,8 juta ekor dengan perkiraan jumlah peternak kurang lebih 4,8 juta. Jumlah itu menurut BPS masih belum bisa mencukupi  kebutuhan konsumsi masyarakat yang per tahunnya sebanyak 448 ribu ton. Impor daging yang dibatasi hanya 80ribu ton itu hanya memasok khusus bagi kebutuhan industri pengolahan makanan dan horeka.

Thomas mengatakan bahwa konsumsi daging di Indonesia 1,9 perkapita (2012) akan naik menjadi 2,2 kg per kapita (2013). Ini mencerminkan tren permintaan industri olahan dan horeka akan meningkat. Lagi-lagi ini menjadi keuntungan bagi importir daging. Dengan suplai atau kuota daging impor yang makin berkurang, ada tren permintaan industri yang meningkat. Daging impor selalu habis diserap industri dengan harga tinggi.

"Makanya sekarang berapa pun harga belinya kami relatif tak akan rugi. Istilahnya, bisnis ini nggak ada matinya. Kalau dulu, kita bisa bangkrut," kata Thomas.

Berapa keuntungan yang dinikmati dari bisnis impor daging ini? Thomas enggan menjelaskan secara rinci. Namun, kata dia, presentasenya lebih dari 20 persen modal. "Bisa 30 sampai 40 persen. Dulu tidak jelas dan membuat importir berpikir dua kali. Makanya dulu ,yang bermain hanya berapa orang lah," kata Thomas.

Thomas menambahkan, saat ini, ada kurang lebih 67 perusahaan importir yang direkomendasikan pemerintah untuk memenuhi kebutuhan kuota impor daging 80 ribu ton yang telah ditetapkan. "Aspidi beranggotakan 31 perusahaan. Kami selalu diberi jatah untuk alokasi impor itu," tuturnya.

Langka, Harga Daging TinggiDeputi Bidang Statistik Produksi BPS, Adi Lumaksono, menjelaskan masih besarnya impor daging yang dilakukan itu, karena pemerintah, khususnya pada 2011-2012, masih belum memiliki pendataan produksi dalam negeri yang lengkap.

Namun, dia mengatakan, dengan diadakannya sensus sapi pada tahun lalu, impor daging seharusnya sudah bisa mulai dikurangi pemerintah tahun ini. "Mestinya kita sudah tidak impor sebanyak ini sekarang," ujar Adi saat ditemui di kantornya, Jakarta, Jumat 1 Februari 2013.

Adi menuturkan, permasalahan baru timbul pada saat pemetaan sentra-sentra produksi sapi telah selesai. Berdasarkan hasil sensus, lokasi sentra produksi besar itu mayoritas di daerah timur Indonesia, sedangkan konsumsi terbesar berada di daerah barat.

Sementara itu, masalah minimnya sarana dan prasarana distribusi diperparah dengan konektivitas yang belum memadai timbul ke permukaan.

"Masalahnya ada kelangkaan daging. Kenapa, karena persoalan distribusi. Jadi, sapi ini kan banyak yang ada di daerah timur, NTT dan sekitarnya. Kemudian sampai di Jakarta, memerlukan waktu dan alat angkut yang memadai, itu belum ada," tambahnya.

Pemerintah, menurut Adi, telah melakukan beberapa upaya untuk mengatasi permasalahan tersebut, antara lain menyediakan angkutan khusus melalui jalur kereta api dan laut. Langkah itu diharapkan dapat mempercepat distribusi yang selama ini kebanyakan masih diantar melalui jalur darat. 

"Kemarin, Dirjen Peternakan sudah mengundang Pelni. Perusahaan itu diminta membuat ruangan yang didesain khusus sapi. Kemudian PTKA, mereka juga sudah mencoba untuk membuat tempat khusus untuk sapi. Bahkan, kalau tidak salah, April ini itu semua harus sudah ada," ungkapnya.

Selain itu, upaya lain yang dilakukan adalah membangun tempat pemotongan sapi di sentra-sentra produksi tersebut. Nantinya, yang didistribusikan itu sudah tidak dalam keadaan hidup, melainkan berbentuk potongan-potongan daging beku dan siap disalurkan ke masyarakat.

"Jadi, di sentra-sentra peternakan ada tempat pemotongan sapi, sehingga nantinya yang datang ke kota-kota itu bukan sapi hidup, tetapi yang sudah terpotong-potong," tutur Adi.

Adi menegaskan, ketergantungan Indonesia terhadap impor tidak bisa dihilangkan. Sebab, permintaan daging impor akan selalu ada selama masih banyaknya ekspatriat- ekspatriat dan wisatawan asing yang menetap ataupun berkunjung di Indonesia.

Terkait hal ini, Thomas menyatakan bahwa hal itu memang kesalahan pemerintah dalam membuat perkiraan konsumsi daging. Sebab, menurutnya pemerintah hanya menghitung kebutuhan konsumsi daging masyarakat berdasarkan data penduduk.

"Tapi dia (Pemerintah) tidak menghitung bagaimana menyediakan daging untuk ekspatriat, turis, diplomat asing, dan lain sebagainya. Sehingga masalahnya terus muncul kembali, harus impor lagi. Karena tidak tercukupi kebutuhan para ekspatriat dan turis asing," kata Thomas.

Apalagi konsumsi daging para ekspatriat sangat tinggi. "Australia itu konsumsi daging 32 kilogram perkapita pertahun, Amerika bahkan 35 kilogram. Bandingkan dengan konsumsi daging masyarakat Indonesia, kan jauh sekali," kata Thomas. (sj)

Sumber: viva.co.id

Suap Impor Daging, Pengacara Pastikan Maharani Jumpa Pers Selasa Malam Ini

Jakarta - Pengacara Maharani Suciyono, Wisnu Wardhana, pastikan kliennya akan memberikan keterangan kepada wartawan terkait penangkapan dirinya saat KPK menggelar operasi tangkap tangan terkait suap impor daging, malam ini.

Sebelumnya, konferensi pers dijadwalkan digelar Senin (4/2/2013) malam di Hotel Nalendra, Jalan Kebon Nanas, Jaktim. Sedianya Rani yang ditemani ayah dan ibunya akan menemui wartawan sekitar pukul 20.00 WIB. Tapi mendadak dibatalkan.

"Mereka mengatakan belum siap berhadapan wartawan, baik pihak Rany dan keluarganya," terang Wisnu.

Bahkan, Ibunda Rani dikabarkan pingsan saat berada di Hotel Nalendra. "Untuk sekarang ditunda, jadi ngga hari ini. Nanti akan diinformasikan jumpa pers selanjutnya," kata Wisnu.

Wisnu memastikan, pihak keluarga dipastikan siap untuk mendampingi Maharani dalam jumpa pers nanti. "Oleh karena keadaan yang sudah larut dan kawan-kawan media sedikit banyak sudah pulang, maka konferensi pers kita tunda dan diadakan Selasa malan ini di tempat sama," ujar Wisnu dalam pesan singkat yang diterima detikcom, Selasa (5/2/2013).

Peristiwa berawal dari penangkapan terhadap empat orang di Hotel Le Meridien, Jakarta, Selasa (29/1) malam. Mereka yang ditangkap adalah Ahmad, Arya Effendi, Juard Effendi, dan seorang wanita bernama Maharani. KPK mengamankan barang bukti berupa uang sebesar Rp 1 milliar.

Sumber: detik.com

Friday, February 1, 2013

Mentan: Saya Tak Pernah Bahas Daging Impor dengan Luthfi

Suswono mengaku komunikasinya dengan Luthfi sebatas urusan partai.

VIVAnews - Menteri Pertanian Suswono mengaku tak pernah membicarakan masalah daging impor dengan Luthfi Hasan Ishaaq, mantan Presiden PKS yang kini berstatus tersangka dalam dugaan suap.

Suswono mengaku kerap berkomunikasi dan berkoordinasi dengan Luthfi. Namun, pembicaraan tersebut sebatas persoalan partai sebagai sesama kader PKS. "Saya dengan Presiden partai, masak tak pernah komunikasi. Lucu juga kalau tidak pernah berkomunikasi, kita sama-sama di partai," kata Suswono menjawab pertanyaan wartawan, Jumat 1 Februari 2013.

Suswono juga membantah kabar dia sempat berkomunikasi dengan Luthfi saat Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjemput paksa Luthfi, Rabu malam 30 Januari 2013. Penjemputan paksa Luthfi terkait dengan operasi tangkap tangan KPK atas dugaan suap daging sapi impor, malam sebelumnya.
Dalam operasi tangkap tangan, Selasa malam 29 Januari lalu, KPK mengamankan sejumlah orang, termasuk Ahmad Fathanah yang diduga dekat dengan Luthfi. KPK juga menyita uang yang diduga terkait dengan kuota daging impor senilai Rp1 miliar.

"Saat penangkapan (Luthfi) itu, saya rapim di sini (kantor). Saya tidak melakukan komunikasi," kata Suswono. Meski demikian, dia mengaku siap kooperatif jika KPK membutuhkan keterangannya dalam kasus ini. Dia mengaku tengah menggelar rapat mulai jam 14.00 WIB hingga 21.30 WIB. (eh)

Sumber: viva.co.id

 

Mengapa Indonesia Masih Impor Sapi?

Impor daging sapi tahun ini dijatah sebanyak 80 ribu ton.

VIVAnews - Pemerintah berambisi untuk mencapai swasembada sapi pada 2014. Upaya tersebut dilakukan dengan menekan impor dan memaksimalkan produksi dalam negeri. Namun, mengapa jatah impor sapi pada tahun ini masih saja tinggi? 

Berdasarkan data Kementerian Pertanian, impor daging sapi pada tahun ini dijatah sebanyak 80 ribu ton. Jumlah tersebut hanya menurun lima ribu ton dari tahun sebelumnya yang dipatok 85 ribu ton. 

Masih tingginya kuota impor tersebut bertentangan dengan salah satu target swasembada sapi, yaitu dapat menekan kuota impor daging sapi hingga 38 ribu ton. Jumlah itu merupakan 10 persen dari total kebutuhan konsumsi masyarakat per tahunnya, yaitu sebanyak 448 ribu ton.   

Deputi Bidang Statistik Produksi, Badan Pusat Statistik (BPS), Adi Lumaksono, menjelaskan, masih besarnya impor daging yang dilakukan itu, karena pemerintah, khususnya pada 2011-2012, masih belum memiliki pendataan produksi dalam negeri yang lengkap. 

Namun, dia mengatakan, dengan diadakannya sensus sapi pada tahun lalu, impor daging seharusnya sudah bisa mulai dikurangi pemerintah tahun ini. "Mestinya kita sudah tidak impor sebanyak ini sekarang," ujar Adi saat ditemui di kantornya, Jakarta, Jumat 1 Februari 2013. 

Adi menuturkan, permasalahan baru timbul pada saat pemetaan sentra-sentra produksi sapi telah selesai. Berdasarkan hasil sensus, lokasi sentra produksi besar itu mayoritas di daerah timur Indonesia, sedangkan konsumsi terbesar berada di daerah barat.

Sementara itu, masalah minimnya sarana dan prasarana distribusi diperparah dengan konektivitas yang belum memadai timbul ke permukaan. 

"Masalahnya ada kelangkaan daging. Kenapa, karena persoalan distribusi. Jadi, sapi ini kan banyak yang ada di daerah timur, NTT dan sekitarnya. Kemudian sampai di Jakarta, memerlukan waktu dan alat angkut yang memadai, itu belum ada," tambahnya. 

Pemerintah, menurut Adi, telah melakukan beberapa upaya untuk mengatasi permasalahan tersebut, antara lain menyediakan angkutan khusus melalui jalur kereta api dan laut. Langkah itu diharapkan dapat mempercepat distribusi yang selama ini kebanyakan masih diantar melalui jalur darat.  

"Kemarin, dirjen Peternakan sudah mengundang Pelni. Perusahaan itu diminta membuat ruangan yang didesain khusus sapi. Kemudian PTKA, mereka juga sudah mencoba untuk membuat tempat khusus untuk sapi. Bahkan, kalau tidak salah, April ini itu semua harus sudah ada," ungkapnya. 

Selain itu, upaya lain yang dilakukan adalah membangun tempat pemotongan sapi di sentra-sentra produksi tersebut. Nantinya, yang didistribusikan itu sudah tidak dalam keadaan hidup, melainkan berbentuk potongan-potongan daging beku dan siap disalurkan ke masyarakat. 

"Jadi, di sentra-sentra peternakan ada tempat pemotongan sapi, sehingga nantinya yang datang ke kota-kota itu bukan sapi hidup, tetapi yang sudah terpotong-potong," tutur Adi. 

Siapa dirugikan
Selalu ada saja pertentangan dari setiap kebijakan yang dilakukan pemerintah. Pertentangan paling mencolok dalam kebijakan ini adalah dari pelaku usaha yang melakukan kegiatan impor daging saat ini. Sebab, mereka terpangkas dengan adanya penurunan kuota tersebut. 

"Kalau impornya lebih kecil, pasti yang terasa itu kan importir daging. Jadi, tidak bisa mengimpor sebanyak dulu," ujar Adi. 

Permasalahan tersebut, menurut Adi, yang melatarbelakangi adanya desakan-desakan dari importir ke pemerintah untuk tidak menurunkan kuota impor. Bahkan, wacana penambahan terus disuarakan oleh para importir.

Meski demikian, dia menegaskan, ketergantungan Indonesia terhadap impor tidak bisa dihilangkan. Sebab, permintaan daging impor akan selalu ada selama masih banyaknya ekspatriat- ekspatriat dan wisatawan asing yang menetap ataupun berkunjung di Indonesia. (art)

Sumber: viva.co.id

 

Kuota Impor Daging, Hatta: Soal Jumlahnya Sudah Bukan Urusan Menko

Jakarta - Menteri Koordinator (Menko) Perekonomian Hatta Rajasa menegaskan pihaknya tidak memiliki kewenangan untuk menentukan siapa importir daging beserta porsi impornya. Kewenangan tersebut merupakan milik Kementerian Pertanian (Kementan).

"Serahkan pada Kementan mereka yang jalan. Mau sistemnya seperti apa, siapa yang ditunjuk, berapa besar, perusahaan ini dapat berapa sudah bukan urusan Menko," ujar Hatta ketika ditemui di kantornya, Jalan Lapangan Banteng, Jakarta, Jumat (1/2/2013).

Menurut Hatta, kewajiban pihak Kemenko Perekonomian adalah melakukan rapat koordinasi dengan pihak Kementerian Pertanian, Kementerian Perindustrian, dan Kementerian Perdagangan terkait dengan kebutuhan setiap kementerian yang berbeda-beda. Selain itu, harus pula dipastikan ada perusahaan yang mampu memenuhi kebutuhan daging tersebut.

"Menko tidak nunjuk apa-apa, rakor itu mengkoordinasikan, saya rasa Pak Bayu (Wamendag) sudah menjelaskan koordinasi. Dari Mentan dibahas oleh Bu Diah (Diah Maulida, Deputi Menko Perekonomian Bidang Pertanian dan Kelautan) karena perdagangan punya pikiran lain. Dia ingin pasarnya cukup, harga tidak tinggi tapi kita juga penting untuk swasembada. Untuk itulah diharmoniskan oleh deputi, dicek bagaimana ini stakeholdernya ada, perdagangan perindustrian setelah itu dalam rapat menko diputuskan atas permintaan Mentan," paparnya.

Hatta menginginkan agar proses tersebut bisa berjalan transparan sehingga tidak ada peluang untuk kongkalikong. "Memang harus semakin akuntabel, transparan sistemnya, segala macam," tegasnya.

Untuk kasus yang tengah terjadi, Hatta menyatakan dukungannya kepada KPK agar bisa menyelesaikan kasus ini sampai tuntas. "Kita dukung KPK untuk menuntaskan itu," tandasnya.

Sumber: detik.com

PT Indoguna Utama Dapat Jatah 10,6% Kuota Impor Daging Beku 2013

Jakarta - Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementerian Pertanian Syukur Iwantoro mengungkapan PT Indoguna Utama pada tahun 2013 mendapatkan jatah impor daging sapi total sebanyak 3.420 ton atau 10,6% dari total kuota daging beku 2013 sebanyak 32.000 ton.

Angka ini mencakup kuota daging industri 2.995 ton dan 425 ton daging keperluan untuk hotel, restoran dan katering.

"Indoguna merupakan salah satu dari 67 importir yang mendapatkan alokasi impor daging pada 2013," kata Syukur dalam konperensi pers di Kantor Kementerian Pertanian, Jumat (1/2/2013).

Alokasi yang didapat PT Indoguna Utama ungkap Syukur untuk daging impor untuk industri sebesar 2.995 ton atau 15% dari total impor daging untuk industri pada 2013.

"Sedangkan alokasi daging impor untuk Horeka (hotel, restoran dan katering) Indoguna mendapatkan alokasi sebanyak 425 ton atau 3% dari total alokasi kebutuhan daging Horeka tahun ini," terang Syukur.

Secara terpisah data Kementerian Perdagangan (Kemendag) menunjukan PT Indoguna Utama memegang hak impor daging sapi beku tahun 2013 sebesar 2.995 ton untuk industri. Angka ini menunjukan penurunan dari tahun sebelumnya.

"Tahun 2012 itu PT Indoguna Utama jumlahnya 3.962 ton. Tahun 2013 sebesar 2.995 hanya untuk daging beku. Yang kita catat di Kemendag PT Indoguna hanya daging beku tidak sapi. Presentasenya 9,36% itu yang tercatat di SPI (Surat Persetujuan Impor) yang kita keluarkan terhadap total impor daging beku 2013," ungkap Wakil Menteri Perdagangan Bayu Krisnamurthi saat berdiskusi dengan media di Kantor Kementerian Perdagangan Jakarta, Jumat (1/2/2013).

Seperti diketahui direksi PT Indoguna Utama diduga melakukan penyuapan terkait tambahan kuota impor daging, kasus ini juga ikut menyeret mantan Presiden PKS Luthfi Hasan Ishaq yang saat ini telah ditahan KPK.

Sumber: detik.com